Dikatakan, regulasi yang bersifat nasional yang ada sekarang hanya mengatur pers secara umum. Sedangkan terkait bagaimana peran pers dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai syariat Islam belum ada regulasi yang mengaturnya. “Karena itu, saya menilai sudah saatnya Aceh memiliki MPA. Majelis Pers Aceh,” kata ketua Dewan Pembina MIO Indonesia Provinsi Aceh tersebut.
Gagasan itu disambut positif oleh insan pers yang hadir pada FGD tersebut. Pemimpin Umum Harian Rakyat Aceh, Imran Jhoni, mengatakan, Aceh memang butuh regulasi yang mengatur kelembagaan media. Seperti juga sektor lainnya, kata dia, Aceh pernah memiliki asosiasi jasa konstruksi, dan lain-lain.
Fachrul Razi mengatakan bahwa Majelis Pers Aceh kedepan dapat berfungsi dalam
Menselaraskan kemerdekaan pers di Aceh dan menjaga penerapan syariat Islam. Dan menjadi mediator terhadap penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam meningkatkan profesionalitas dan kapasitas profesi kewartawanan.
“Kedepan bukan hanya MPA tapi juga Gedung MPA yang akan menjadi media Center Aceh terhadap pemberitaan positif dan pusat Literasi untuk Aceh,” tutup Fachrul Razi.
FGD setengah hari itu dipandu Dr Usman Lamreung M.Si, akademisi asal Banda Aceh. Sedangkan yang menjadi peserta, selain pengurus dan anggota MIO seluruh Aceh, juga awak media lainnya, kalangan civil society, dan sejumlah perangkat desa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari GarisKeras.id.Halaman : 1 2